BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit-penyakit gizi
di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok defisiensi. Meskipun
demikian, semakin banyak perhatian para ahli kesehatan dan gizi yang ditujukan
pada penyakit-penyakit gizi metabolik yang tergolong kelompok kondisi gizi
lebih, terutama penyakit Diabetes Mellitus dan penyakit-penyakit
Kardiovaskuler, termasuk penyakit
Hipertensi.
Pada
tahun 1988 Kementerian Kesehatan RI mengenal empat penyakit defisiensi gizi
yang utama yaitu Kekurangan Kalori dan
Protein (KKP/CPM/PEM), Defisiensi Vitamin A (KVA), Defisiensi Yodium (GAKI),
dan Anemia Defisiensi Zat Besi (AGB). Dari keempat jenis defisiensi dengan
taraf nasional itu, KKP dan KVA sudah banyak ditangani, sedangkan GAKI baru di
tanggulangi sejak sekitar tahun 1980 dan AGB belum ditanggulangi secara penuh
oleh pemerintah sampai tahun 1988.
Organisasi
Kesehatan Sedunia (WHO) pada tahun 1999 mengestimasikan
bahwa dari 191 negara anggotanya, 130 negara menghadapi permasalahan GAKI yang
signifikan dengan jumlah total penduduk yang terkena penyakit gondok sebanyak
740 juta jiwa atau 13% dari total populasi penduduk dunia.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui
tentang definisi defisiensi iodium, epidemiologi gangguan akibat kekurangan
iodium (GAKI), gambaran klinis GAKI, metabolisme iodium, referensi asupan untuk
iodium, aspek defisiensi iodium pada kesehatan masyarakat, bagaimana manajemen defisiensi
iodium, pengkajian
dan pemberantasan gangguan akibat kekurangan iodium serta perspektif GAKI di
masa mendatang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Defisiensi Iodium
Diagnosis defisiensi
iodium harus lebih dilihat sebagai diagnosis kelompok, komunitas, atau populasi
ketimbang sebagai hasil penilaian pada tingkat perorangan. Meskipun pengukuran
yang relevan dilakukan pada sejumlah orang, namun data yang digunakan untuk
menginterpretasi status GAKI adalah data yang dirangkum dari kelompok. Kita ketahui
dengan baik bahwa variasi biologi dapat terjadi pada kadar iodium dalam urine
orang yang berbeda sebagai akibat dari tingkat hidrasi yang beragam. Kita juga
mengetahui bahwa cenderung terdapat variasi antarpemeriksa ketika terdapat
lebih dari satu pemeriksa yang meraba kelenjar tiroid pada sekelompok orang.
Untuk mengurangi efek variasi pengamat antar- dan intra-individual, diperlukan
ukuran sampel yang cukup besar dan pelatihan pemeriksa yang baik untuk
menghasilkan estimasi angka prevalensi yang valid.
Pada forum konsultasi yang diselenggarakan oleh WHO,
UNICEF, (The United Nations Children’s
Fund) dan ICCIDD (The International
Council for Control of Iodine Deficiency Disorder) pada bulan Mei 1999 di
Jenewa, indikator outcome berikut ini
direkomendasikan bagi penilaian GAKI dan cara pemberantasannya.
Tabel 1. Definisi
status iodium pada suatu populasi yang berdasarkan kadar tengah iodium dalam
urine
Status iodium
|
Kadar median (median
concentration) iodium dalam urine
|
Definisi iodium yang berat
Definisi iodium yang sedang
Definisi iodium yang ringan
Asupan iodium yang ideal
Lebih dari
asupan iodium yang adikuat; dapat meningkatkan risiko hipertiroidisme (llH; iodium-induced hyperthyroidisme)
Asupan iodium yang berlebihan
|
<20
20-49
50-99
100-200
201-299
>300
|
Dalam
rangka penentuan prevalensi gondok endemic, maka diperlukan rumus perhitungan
TGR dan VGR :
Prevalensi Total Goiter
Rate (TGR) =
Prevalensi Visible
Goiter Rate (VGR) =
x 100%
2.2 Epidemiologi
Epidemiologi gangguan
akibat kekurangan iodium (GAKI) kini sudah berada dalam fase transisi karena
terjadinya kemajuan yang cukup besar selama tahun 1990-an di dalam peperangan
melawan GAKI, terutama dalam bentuk program iodinisasi garam secara nasional.
Pada tahun 1999, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengestimasikan bahwa dari
191 negara anggotanya, 130 negara menghadapi permasalahan GAKI yang signifikan
dengan jumlah total penduduk yang terkena penyakit gondok sebanyak 740 juta
jiwa atau 13% dari total populasi penduduk dunia. Pada tahun 1999, dari 130
negara dengan permasalahan GAKI terdapat 98 negara (75%) yang sudah memiliki
peraturan tentang iodinisasi garam setempat dan 12 negara berikutnya yang kini
tengah menyusun draft peraturan
tersebut.
Sesudah
dikeluarkannya peraturan tentang garam dan dengan adanya tanggapan industri
garam terhadap peraturan tersebut, terjadilah peningkatan yang luar biasa dalam
pemakaian garam beriodium. Keadaan ini menyebabkan penurunan angka prevalensi
penyakit gondok.
Data
terakhir yang ada tentang besaran permasalahan GAKI ditunjukkan oleh angka
penyakit gondok pada berbagai kawasan: 20% di Afrika, 5% di Amerika, 12% di
Asia Tenggara, 32% pada daerah Mediteranian bagian timur, 15% di Eropa dan 8%
di daerah Pasifik bagian barat. Pada tahun 1999, jumlah orang yang berisiko
untuk mengalami defisiensi iodium telah berkurang hingga angka lebih-kurang 500
juta.
2.3
Gambaran Klinis
Pasokan iodium yang
suboptimal dari makanan mengakibatkan insufisiensi sintesis hormone tiroid dan
pada hiptiroidisme, keadaan ini menyebabkan berbagai macam kelainan yang secara
kolektif dikenal dengan sebutan GAKI.
Kelenjar
tiroid, atau gondok yang membesar (penyakit gondok, goiter) merupakan manifestasi defisiensi iodium yang paling nyata
dan berfungsi sebagai penanda biologis yang berpotensi untuk menunjukkan
keberadaan GAKI yang lain. Seseorang dianggap menderita penyakit gondok jika
kelenjar tiroidnya membesar hingga ukuran lobus lateral kelenjar tersebut
melebihi ukuran falang terminalis ibu jari tangan orang yang diperiksa itu.
Kelenjar tiroid dengan ukuran tersebut masih belum terlihat tetapi dapat
dipalpasi.
Ketika ukurannya menjadi lebih besar lagi, kelenjar
tiroid tersebut akan terlihat. Pada tahun 1990 diestimasikan terdapat lebih
dari 200 juta orang terutama tinggal di Negara berkembang, memiliki penyakit
gondok yang dapat dilihat. Prevalensi serta keparahan penyakit gondok bertambah
bersamaan dengan meningkatnya keparahan defisiensi iodium, dan menjadi
permasalahan hampir universal pada populasi dengan asupan iodiumnya kurang dari
10 µg/hari. Pada umumnya, penyakit gondok bukanlah gangguan yang serius. Jika
terjadi pembesaran kelenjar tiroid, keadaan ini mungkin membuat penampilan
orang yang mengalaminya itu tidak menarik, dengan konsekuensi sulit mencari
suami atau isteri. Gaya penampilan orang berubah karena dahulunya di Eropa,
penyakit gondok dianggap sebagai suatu keadaan yang menarik, seperti halnya
obesitas. Pada penyakit gondok yang besar kadang – kadang terbentuk nodul –
nodul yang menimbulkan penekanan abnormal pada trakea dan esofagus, keadaan ini
menyebabkan kesulitan bernapas dan menelan.
Pada mulanya dianggap
bahwa goitre ini identik dengan defisiensi iodium, tetapi kemudian ternyata
bahwa defisiensi yodium ini tidak hanya memberikan satu jenis gambaran klinik (ialah
goitre endemik), tetapi juga mengakibatkan berbagai gambaran klinik lainnya.
Kelompok gambaran klinik yang sekarang dianggap berhubungan dengan defisiensi
yodium itu disebut Iodine Deficiency
Deseases (IDD).
Sekarang gambaran klinik yang dianggap akibat dari
defisiensi iodium itu ialah :
a. Gondok
endemik
b. Hanbatan
pertumbuhan fisik dan mental yang disebut Cretinism
c. Hambatan
neuromotor, dan
d. Kondisi
tuli disertai bisu (deaf mutism)
2.4
Metabolisme Iodium
Satu – satunya fungsi
iodium yang diketahui dalam tubuh adalah untuk sintesis hormon tiroid yang
berlangsung di dalam kelenjar tiroid. Hormon ini memainkan peranan yang penting
dalam pengaturan metabolisme. Iodium diabsorpsi dengan cepat dari dalam usus dan
kemudian diedarkan melalui sirkulasi darah dalam bentuk senyawa iodide
anorganik plasma (PII; plasma inorganic
iodide). Dari sirkulasi ini, sel – sel kelenjar tiroid mengambil senyawa
iodide tersebut melalui pompa iodium (sodiumliodine
symporter) di bawah pengendalian TSH yan dilepas oleh kelenjar hipofisis.
Mekanisme ini merupakan mekanisme transportasi aktif yang mempertahankan
gradien 100:1 antara sel – sel kelenjar tiroid dan cairan ekstrasel. Gradien
ini dapat meningkat menjadi 400:1 pada keadaan defisiensi iodium. Dari 15-20 mg
iodium di dalam tubuh, 70-80% ditemukan dalam kelenjar tiroid.
Setelah diambil oleh sel – sel kelenjar tiroid, iodium
dilepaskan ke dalam koloid kelenjar tiroid dan di tempat ini, iodium dioksidasi
oleh hidrogen peroksida yang berasal dari sistem peroksidase tiroid. Kemudian
senyawa iodide disatukan ke dalam molekul tirosin dari tiroglobulin untuk
membentuk moniodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT). Jika sebuah molekul DIT
terangkai dengan molekul DIT yang lain, terbentuklah tetraiodotironin atau
tiroksin (T4), dan jika yang dirangkaikan itu adalah MIT dengan DIT,
terbentuklah triidotironin (T3). Tiroglobulin kemudian diambil oleh sel – sel
kelenjar tiroid melalui sebuah proses yang dikenal sebagai pinositosis. Dalam
sel – sel kelenjar tiroid, hormon T3 dan T4 dilepas dari kelenjar tiroid
tersebut melalui proses proteolisis. Sekresi T3 dan T4 dari kelenjar tiroid berlangsung di bawah
pengaruh TSH, yang sekresinya distimulasi oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Ada suatu
mekanisme umpan-balik (feedback mechanism)
ketika kadar T4 yang meningkat akan menghambat secara langsung
sekresi TSH dan melawan kerja TRH (Gambar 12.3). Jadi, ketika kadar T4
dalam darah menurun, sekresi TSH akan meningkat dan begitu pula sebaliknya.
Pada defisiensi iodium yang berat, hormon T4 tetap rendah dan TSH
meninggi; gambaran T4 yang rendah dan TSH yang tinggi
mengindikasikan hipotiroidisme. Kenaikan TSH dapat disebabkan oleh defisiensi
iodium atau terjadi karena kecacatan kongenital pada sintesis tiroksin yang
insidensinya adalah 1:4000 kelahiran. Peningkatan kadar TSH pada keadaan
defisiensi iodium menstimulasi aktivitas sel-sel kelenjar tiroid sehingga
terjadi hipertrofi dan hiperplasia sel-sel tiroid dan menghasilkan pembesaran
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid ini dinamakan goiter atau penyakit gondok.
Jika
pasokan iodium ke dalam kelenjar tiroid sangat terbatas, kelenjar tersebut akan
memproduksi lebih banyak T3 (yang bekerja lebih aktif daripada T4)
sementara produksi T4 menjadi lebih sedikit. Jika kadar T4
rendah, jaringan sasaran (target tissue)
juga mengubah T4 menjadi T3. Kendati demikian, perlu
dicatat bahwa otak hanya dapat mengambil T4 dan bukan T3
sehingga fungsi otak akan terpengaruh jika kadar T4 rendah sekalipun
kadar T3 mungkin cukup untuk melaksanakan fungsi hormon tiroid pada
organ serta jaringan tubuh yang lain. Jika pasokan iodium pada kelenjar tiroid
sangat terbatas, maka kelenjar tersebut akan melepaskan triglobulin ke dalam
sirkulasi darah yang sebagian diantaranya tidak mengandung hormon tiroid (T3
atau T4). Dengan demikian kenaikan kadar tiroglobulin akan menjadi
calon indikator untuk menunjukkan defisiensi iodium yang sudah berlangsung
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Sesudah usia kehamilan 12 minggu, terbentuk kelenjar
tiroid dan hipofisis yang masing-masing bertanggung jawab atas produksi T4
dan TSH. Hipotalamus yang bertanggung jawab atas produksi TRH terbentuk pada
usia kehamilan antara minggu ke-10 dan ke-30. Jadi, hingga usia kehamilan
sekitar 20 minggu, janin akan bergantung pada ibu untuk mendapatkan pasokan T4.
Sesudah masa ini, janin akan memproduksi TSH-nya sendiri yang dapat
menstimulasi produksi T4 dalam tubuh janin. Kadar bentuk T3
yang normal masih rendah karena keberadaan enzim 5-deiodinase (tipe III atau
ID-III) mengakibatkan pembentukan reverse
T3. (Reverse T3 kurang mengandung atom
iodium pada cincin bagian dalam molekul tersebut sehingga berbeda dengan bentuk
T3 normal yang kekurangan atom iodium pada cincin bagian luarnya;
lihat Gambar 12.2. Reverse T3
merupakan hormon inaktif sementara T3 yang normal bekerja lebih
aktif daripada T4). Sesaat sebelum bayi lahir terjadi perubahan
sistem enzim, yaitu dari ID-III menjadi 5’-deiodinase (deiodinase tipe I atau
ID-I) yang memproduksi bentuk T3 yang normal. Selenium merupakan
komponen enzim 5’-deiodinase (ID-I serta ID-II) dan 5-deiodinase (ID-III). Dari
penelitian yang dilakukan di Republik Demokratik Kongo (dahulunya bernama
Zaire) terdapat bukti bahwa defisiensi selenium dapat memicu GAKI di daerah
yang kekurangan iodium dan selenium.
2.5 Referensi Asupan untuk Iodium
2.5.1 Kebutuhan iodium
Asupan
iodium yang dianjurkan dari makanan (atau AKG iodium) untuk berbagai kelompok
umur dan bagi ibu hamil serta menyusui terdapat dalam Tabel 2.
Tabel
2. Asupan iodium dari
makanan yang direkomendasikan oleh WHO/UNICEF/ICCID (2001)
Kategori
|
Asupan
(µg/hari)
|
Bayi, 0-59 bulan
Anak sekolah, 6-12 tahun
Anak-anak >12 tahun dan orang dewasa
Ibu hamil dan menyusui
|
90
120
150
200
|
Direpreduksi
dengan izin dari WHO
2.5.2
Sumber Iodium
Laut merupakan sumber
utama iodium, dengan demikian makanan laut seperti ikan, kerang-kerangan serta
rumput laut yang dapat dimakan merupakan sumber pangan yang kaya akan iodium.
Siklus ekologis iodium di alam dimulai dalam bentuk uap air laut (yang
mengandung iodium) yang dibawa oleh angin dan awan ke wilayah daratan. Uap air
laut ini akan jatuh sebagai air hujan yang sebagian akan menggantikan iodium
yang hilang pada lapisan permukaan tanah kendati salju, hujan, banjir, dan
sungai melarutkan kembali iodium dan membawanya ke laut. Sebagian iodium yang
diperoleh dari tanah akan masuk ke dalam air minum serta sejumlah kecil iodium
masuk ke dalam tanaman, hewan, dan produk pangan yang dihasilkan seperti
sereal, kacang-kacangan, buah, sayuran, daging, susu, serta telur. Oleh karena itu,
di daerah tempat makanan laut tidak biasa dikonsumsi dan tidak terdapat garam
beriodium, asupan iodium di daerah tersebut terutama bergantung pada kandungan
iodium dalam lahan yang menjadi tempat tinggal penduduk. Sebaliknya
produk susu merupakan sumber makanan utama
iodium di sebagian negara-negara makmur . Isi iodium dalam daging,
susu, dan telur sangat bervariasi dengan daerah, musim, dan jumlah iodium
dalam pakan ternak. Produk sayuran dan buah umumnya rendah iodium (Fisher and Carr., 1974).
Defisiensi
iodium merupakan keadaan yang prevalen di daerah pegunungan dan wilayah lain
tempat terjadinya penapisan tanah (leaching
of the soil) dan tempat dengan kandungan iodium yang rendah di dalam tanah
serta air yang biasa dipakai untuk minum dan irigasi tanaman pangan. Defisiensi
iodium juga terjadi pada dataran rendah yang jauh dari laut seperti Afrika
bagian tengah. De negara industri, kandungan iodium dalam tanah tidak begitu
penting karena pasokan pangan penduduknya lebih beragam dan pasokan itu juga
beasal dari wilayah yang jauh lebih luas sementara garam beriodium banyak
tersedia.
Pengambilan
iodium oleh kelenjar tiroid dan pelepasan hormon tiroid dari kelenjar tersebut
dapat dihambat oleh tiga macam goitrogen. Goitrogen yang menghasilkan substansi
yang bersaing dengan kelenjar tiroid dalam mengambil iodium meliputi
senyawa-senyawa glikosida sianogenik yang terdapat dalam ketela (kasava,
singkong), jagung, rebung, ubi jalar, lima
beans, dan millet. Glikosida
sianogenik melepas sianida yang membentuk tiosianat dan senyawa tiosianat ini
bersaing dengan kelenjar tiroid dalam mengambil iodium. Substansi yang berasal
dari bakteri koliformis juga bersaing dengan kelenjar tiroid di dalam
pengambilan iodium dan penyatuan iodium ke dalam hormon-hormon tiroid.
Goitrogen penghasil substansi yang mencegah (secara
nonkompetitif) pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid adalah goitrin
(5-vinil-2-tiooksazolidindion). Goitrogen tersebut bukan hanya menghalangi
penyatuan iodium ke dalam hormon tiroid tetapi juga menghambat proses
perangkaian untuk menghasilkan hormon T4. Karena bersifat
nonkompetitif, proses penghambatan tersebut tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan asupan iodium dari makanan. Goitrin dihasilkan oleh tanaman genus Brassica (kubis, bit, mustard) dari
famili cruciferae; tanaman ini juga
memproduksi tiosianat yang memiliki efek serupa dengan efek sianida seperti
yang disebutkan di atas.
Goitrogen
penghasil substansi yang mencegah proteolisis hormon tiroid dari tiroglobulin
meliputi iodida’ yang berlebihan dan substansi dari beberapa jenis rumput laut.
Jika ketersediaan hayati iodium sangat rendah karena adanya zat-zat goitrogenik
dalam makanan, asupan iodium sehari-hari harus ditingkatkan sebanyak 50-µg.
2.6
Aspek Defisiensi Iodium Pada Kesehatan Masyarakat
Dari sudut pandang
kesehatan masyarakat, manifestasi deifisiensi iodium pada segala usia dianggap
sebagai permasalahanyang sangat penting karena keadaan ini dapat dicegah.
Periode defisiensi iodium yang paling kritis terjadi selama usia janin dan awal
usia kanak-kanak ketika otak yang sedang berkembang sangat rentan, terutama
terhadap kekurangan iodium dan konsekuensinya sebagai produksi hormon tiroid
menjadi tidak cukup. Spektrum GAKI pada berbagai tahap kehidupan dapat
diperlihatkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Spektrum gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) pada
berbagai tahap kehidupan
Tahap kehidupan
|
Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI)
|
Janin
Neonatus
Anak dan
remaja
Orang
dewasa
|
Abortus,
lahir – mati, kelainan kongenital
Peningkatan
mortalitas perinatal dan bayi
Kretinisme
neurologi ( defisiensi mental, mustime – tuli, dipelgia spastik, juling)
Kretinisme
miksedema ( dwarfisme, defsiensi mental)
Defek
psikomotor.
Penyakit
gondok neonatus
Hipotirodisme
neonatus
Peningkatan
kerentanan terhadap radiasi nuklir
Penyakit
gondok
Hipotirodisme
juvenilis
Gangguan
fungsi mental
Ratardasi
perkembangan fisik
Peningkatan
kerentanan terhadap radiasi nuklir
Penyakit
gondok dengan komplikasi seperti gangguan bernapas da menelan
Hipotirodisme
Gangguan
fungsi mental
Hipotirodisme
karena iodium
Peningkatan
kerentanan terhadap radisi nuklir
|
Dampak semua kelainan ini pada kelompok masyarakat dapat disaksikan
melalui produktivitas kerja yang lebih rendah dan kebutuhan yang lebih tinggi akan
pelayanan sosial.
Meskipun perhatian
terhadap defisiensi iodium dalam tahun – tahun sebelumnya berfokus pada
penyakit gondok endemik, namun perhatian tersebut kini sudah beralih kepada
efek yang ditimbulkan oleh hipotiroksinemia terhadap perkembangan otak dan
sistem saraf pusat dalam periode waktu dari usia kehamilan 15 minggu hingga
bayi 3 tahun. Perubahan ini bersifat permanen dan dapat menimbulkan cacat
neurologis permanen, serta menurunkan kemampuan belajar. Akibat efek neurologis
pada anak – anak di daerah kekurangan iodium dapat juga dilihat melalui intelligence
quotient (IQ) yang rendah yaitu antara 10 dan 15 poin, dan pada nilai
sekolah yang buruk. Lebih lanjut, beberapa penelitian melaporkan perbaikan
nilai pada tes IQ yang dilakukan di antara anak – anak yang mendapat suplemen
iodium.
IHH (iodine-induced
hyperthyroidism, hipertirodime yang timbul karena iodium) merupakan efek
samping yang penting terjadi pada beberapa individu yang rentan akibat dari
peningkatan asupan iodium yang cepat. Dengan demikian, IHH dianggap sebagai
salah satu bentuk GAKI. Setelah pelaksanaan iodinisasi pada garam atau roti,
atau pemakaian minyak beriodium dalam tahun 1920-an, IHH telah terjadi pada
banyak negara meliputi AS, Belanda, Austria, Brazil, Australia, (Tasmania),
Ekuador, dan paling akhir, Zimbabwe, serta Republiik Demokratik Kongo.
Penambahan iodium
pada asupan dasar atau asupan normal, bahkan dengan konsentrasi fisiologi yang
normal, membawa risiko terjadinya IIH pada orang yang rentan. Iodium dari
segala sumber, baik yang berasal dari garam beriodium, larutan Lugol, makanan
yang mengandung iodium, akan membawa risiko terjadinya hipertirodime. IIH
endemik tampaknya merupakan fenomena temporer yang berhubungan dengan program
garam beriodium yang dimulai terlalu cepat pada daerah – daerah yang sebelumnya
dilanda oleh GAKI berat. Di Switzerland ternyata suplementasi iodium janngka
panjang pada akhirnya akan mengurangi insidens hipertirodime. Karena manfaat
program iodinisasi garam bagi populasi secara keseluruhan jauh melebihi risiko
timbulnya IIH pada beberapa orang maka tindakan pendekatan yang terakhir adalah
dengan malanjutkan program iodinisasi sementara semua dokter di daerah tersebut
disiagakan dan diberitahu tentang diagnosis dan penanganan IHH.
Berbeda dengan
keadaan kebalikannya pada hipotirodisme maka hipertirodime terjadi ketika dalam
sirkulasi darah terdapat hormon T3 dan T4. Area fokal atau lebih sering , nodul
tunggal atau banayak, pada kelenjar tiroid menjadi otonom da menghasilkan
hormon dalam jumlah yang berlebihan. Pleh karena itu, peristiwa yang kritis
dalam proses terjadinya IIH adalah otonom fungsi kelenjar tiroid.
Otonomi dapat
diartikan sebagai keadaan bekerjanya sel – sel folikuler dalam kelenjar tiroid
tanpa adanya efek stimulasi fisiologis yang normal dari TSH. Kendati efek
inhibisi yang ditimbulkan oleh kenaikan hormon tiroid yang tidak terkontrol
terus terjadi selama iodida tersedia dalam dalam jumlah yang cukup. IIH paling
banyak terjadi, sekalipun tidakselalu demikian, pada manusia, khususnya wanita
lanjut usia dengan penyakit gondok multinoduler (toxic nodular goiter) yang
sudah ada sebelumnya, pada orang – orang yang menderita penyakit Grave dan
tinnggal di daerah dengan defisiensi iodium berat ditangani melalui program
fortifikasi atau suplementasi iodium. Orang – orang yang menderita eutiroid
dengan fokus fungsional tiroid otonom dapat juga mengalami hipertirodisme jika
tersedia iodium dalam jumlah yang cukup.
Tirotoksikosis mengcu kepada
efek klinis yang terjadi karena kelebihan hormon tiroid tanpa memperhitungkan
penyebabnya. Efek ini meliputi kegelisahan, ansietas, palpitasi, penurunan
berat badan, kelemahan otot, mudah lelah, berkeringat, dan alergi terhadap
panas. Manifestasi IHH yang paling berta terlihat pada jantung ketika palpitasi
menjadi gejala simptom kardiak yang paling sering ditemukan. Akibat IHH yang
lain, meliputi takikardia, hipertensi sistolik, fibrilasi atrium, gagal
jantung, dan kardiomiopati. Diagnosis klinis IHH sering tidak jelas karena
kesamaan keluhan dan gejala yang terdapat antara IHH sengan beberapa penyakit
infeksi lainnya atau dengan proses penuaan serta penyakit kronis. Jika efek
klinis tirotoksikosis terlihat pada penderita penyakit gondok atau pada orang
yang asupan ioduimnya baru saja
ditingkatkan, kita harus melanjutkan penemuan ini dengan tes biokimia, serta
pengukuran kadar TSH yang sangat sensitif, dan pemeriksaan keseluruhan T3 da
T4 serta free T3 dan T4 bebas.
Pemeriksaan biokimia lainnya adalah tes pengambilan resin T3, pemeriksaan kadar
triglobulin dan antibodi tiroid. Jika dapat dilakukan, pembuatan gambar
kelenjar tiroid (thyroid imaging) yang terdiri atas pemeriksaan USG
dengan tranduscer 5 Mhz (atau frekuensi yang lebih tinggi) dan
pengamatan dengan radioaktof (scintigraphy)
sangat berguna untuk membedakan tipe penyakit tiroid yang mendasari dan
melihat struktur serta fungsi kelenjar tiroid tersebut.
Setelah diagnosis
positif ditegakkan, biasanya pasien IIH ditangani dengan obat – obat
antitiroid, terapi iodium radioaktif atau pembedahan dengan tindakan
berkelanjutan jangka panjang.
2.8
Pengkajian Dan Pemberantasan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
Indikator yang dipakai
untuk menilai GAKI (gangguan akibat kekurangan iodium) dan pemberantasannya
dapat dibagi lagi menjadi indikator proses dan indikator outcome. Dalam
rangkaian temporal kejadian, indikator proses mengukur faktor faktor yang
memainkan peranan kausal dalam timbulnya respons indikator outcome. Idealnya,
baik indikator proses maupun outcome harus di ikutsertakan sebagai variabel
dalam mengkaji situasi GAKI pada sebuah komunitas atau negara.
2.8.1
Indikator proses
Beberapa strategi
kesehatan masyarakat telah diimplementasikan secara global untuk memberantas
GAKI pada suatu komunitas atau basis populas. Strategi yang paling universal
adalah iodinisasi garam dan karena itu, bagian ini akan berfokus pada
inidikator proses yang menilai program iodinisasi garam nasional.
Garam iodinisasi melalui penambahan kalium iodida atau kalium iodat dengan jumlah yang
tetap dalam bentuk preparat padat kering atau larutan cair pada saat produksi.
Ketersediaan iodium yang sebenarnya dari
garam beriodium tersebut di tingkat konsumen dapat bervariasi dalam kisaran
yang luas sebagai akibat dari beberapa faktor. Faktor faktor ini meliputi
jumlah iodium yang ditambahkan selama proses iodinisasi , distribusi iodium
yang tidak merata dalam garam iodium pada masing- masing batch
atau kantong (akibat pencampuran yang tidak efisien ), jumlah iodium yang
hilang akibat garam yang terkontaminasi , kondisi pengemasan dan lingkungan
selama penyimpanan dan distribusi , serta kehilangan iodium selama pemrosesan
pangan dan pemasakan dirumah tangga. Kehilangan iodium karena garam beriodium
yang disimpan dalam kemasan berpori dapat berkisar dari 30% hingga 80% untuk
periode waktu 6 bulan dibawah kondisi iklim yang panas dan lembab.
Dengan
demikian , didalam pengkajian situasi GAKI, kita harus mengukur kandungan
iodium dalam garam beriodium. Pengukuran kandungan iodium tersebut dapat
dilaksanakan pada satu atau lebih dari tiga tingkat ini, yaitu pada tempat
produksi (atau pada tempat masuk jika garam di impor dari luar), pada tingkat
pengencer, dan pada tingkat rumah tangga.
Faktor
faktor seperti tujuan pengkajian, logistik, dan aksesibilitas akan menentukan
di tingkat manakah pengkajian harus dilakuakan. Biasanya informasi yang paling
berguna akan diperoleh di tempat produksi dan tingkat rumah tangga. Hasil-hasil
yang paling akurat didapat melalui metode titrasi, kendati untuk tujuan
pemantauan di tingkat rumah tangga dapat digunakan pula perangkat tes cepat (rapid tes kit) untuk menunjukan secara
kualitatif apakah garam yang digunakan dalam rumah tangga sudah beriodium atau
belum. Perangkat tes yang digunakan baru baru ini tidak memberikan ukuran
kuantitatif yang akurat untuk kadar iodiu dalam garam.
Selain
mengukur kadar iodium dalam garam, diperlukan pula cakupan garam beriodium di tingkat rumah tangga sebagai sampel
representatif suatu komunitas atau populasi. Cakupan (coverage) mengacu kepada proporsi rumah tangga yang menggunakan
garam beriodium secara adekuat atau dengan kata lain, garam yang dipakai dalam
rumah tangga itu mengandung iodium dengan kadar lebih dari 15mg/kg garam.
Idealnya, proporsi ini harus melampaui
90%. Indikator proses memberikan ukuran seberapa jauh program iodinisasi garam
telah dilaksanakan dengan hasil yang memuaskan dan menunjukan apakah akan
terdapat hasil pengamatan pada indikator outcome yang sesuai harapan atau
tidak.
Hasil
obesrvasi terhadap kadar iodium dalam garam dan proporsi rumah tangga yang
mengonsumsi garam beriodium secara adekuat akan di interpretasikan lebih akurat jika jumlah-jumlah garam yang
dikonsumsi setiap orang diketahui. Seccara umum, diasumsikan bahwa konsumsi
garam per hari berkisar antara 5 dan 10 gram per orang pada sebagian besar
populasi. Namun, asumsi ini mungkin tidak valid pada sebagian populasi yang
mengonsumsi garam dengan jumlah cukup banyak karena kebiasaan nutrisi kultural
mereka, atau pada sebagian populasi lainnya, yang karena tingkta sosioekonomi
yang rendah, mengonsumsi lebih sedikit garam. Meskipun sulit untuk menetapkan
konsumsi garam per hari dalam sebuah populasi, informasi ini bukan hanya
membantu menginterpretasikan indikator proses, tetapi juga berguna untuk
menentukan tingkat iodinisasi secara tepat.
2.8.2
Indikator outcome
Sebelum memulai suatu
program kesehatan masyarakat untuk mengatasi GAKI pada sebuah negara, angka
prevalensi dan distribusi GAKI harus sudah diketahui terlebih dahulu. Survei
nasional merupakan cara yang lazim dikerjakan untuk mendefinisikan besarnya
permasalahan GAKI pada sebuah negara. Jika tidak terdapat data survei nasional tentang GAKI, dapat
digunakan informasi berupa data yang menggambarkan keadaan keseluruhan seperti data nasional tentang GAKI atau data
dari beberapa daerah geografik yang menunjukan jeberadaan GAKI. Indikator hasil
akhir yang direkomendasikan melalui konsultasi WHO/UNICEF/ICCIDD bagi
pengkajian dan pemberantasan GAKI diuraikan secara rinci dalam subbab 12.2.
indikator, meliputi :
a) Sekresi
iodium dalam urine
b) Ukuran
kelenjar tiroid, kada TSH dan tiroglobulin
c) Kretinisme
d) Kadar
T3 dan T4
Sumber data lainnya
seperti pengetahuan tentang bayi dengan kretinisme, informasi yang didapat
melalui sistem skrining nasional untuk TSH, data historis adanya GAKI pada daerah
tertentu , dan informasi tentang GAKI pada negara tetangga, dapat juga
menunjukan keberadaan GAKI.
2.9
Perspektif di Masa Mendatang
Berbeda dengan situasi
pada penyakit infeksi yang dapat diobati dan dapat diberantas secara permanen ,
peperangan melawan GAKI hatus tetap berlangsung tanpa batas waktu yang pasti.
Begitu diagnosis defisiensi iodium ditegakkan disuatu daerah , program
intervensi iodium jelas akan dibutuhkan. Beberapa contoh kasus memperlihatkan
timbulnya kembali persoalan GAKI dalam periode antartindakan profilaktik
iodium. Sustanbilitas program pemberantasan GAKI jelas sangat menentukan dan
memerlukan dukungan politik yang terus menerus, dukungan admnistrasi, serta
pembaruan data ilmiah untuk mempertahankan perperangan melawan GAKI.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Defisiensi iodium harus
lebih dilihat sebagai diagnosis kelompok dibanding perorangan. Nilai cut off untuk mendefinisikan status
iodium pada suatu populasi menurut kadar median iodium urine yang ditunjukkan
dalam Tabel 1. Epidemiologi GAKI kini sudah berada dalam fase transisi karena
terjadi kemajaun yang cukup besar selama tahun 1990-an di dalam peperangan
melawan GAKI, terutama dalam program iodinisasi garam secara nasional. Gambaran
klinis defisiensi iodium ialah gondok endemik, kretinisme, hambatan neuromotor,
dan tuli disertai bisu. Hormon tiroid memainkan peran yang penting dalam
metabolisme iodium. Asupan iodium yang dianjurkan dari makanan untuk berbagai
kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2. Laut merupakan sumber utama iodium,
makanan laut seperti kerang, ikan serta rumpu laut merupakan sumber pangan kaya
akan iodium. Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, manifestasi deifisiensi
iodium pada segala usia dianggap sebagai permasalahanyang sangat penting karena
keadaan ini dapat dicegah. Pmeeningkatan konsumsi iodium efektif dalam
mengatasi defisiensi iodium pada masyarakat. Indikator proses dan outcome harus diikutsertakan sebagai
variabel dalam mengkaji situasi GAKI pada sebuah komunitas atau negara. Peperangan
melawan GAKI harus tetap berlangsung tanpa batas waktu yang pasti.
DAFTAR PUSTAKA
Gibney,
J, Michael dkk. 2008. Gizi Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: EGC
Sediaoetama,
Ahmad Djaeni. 2009.Ilmu Gizi.Jakarta:Dian
Rakyat
Supariasa, I Dewa Nyoman.2002.Penilaian Status Gizi.EGC:Jakarta
Yuniastuti, Ari.2008.Gizi dan Kesehatan.Graha Ilmu: Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar