Sabtu, 25 Oktober 2014

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (Epidemiologi Gizi)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Penyakit-penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok defisiensi. Meskipun demikian, semakin banyak perhatian para ahli kesehatan dan gizi yang ditujukan pada penyakit-penyakit gizi metabolik yang tergolong kelompok kondisi gizi lebih, terutama penyakit Diabetes Mellitus dan penyakit-penyakit Kardiovaskuler, termasuk penyakit  Hipertensi.
Pada tahun 1988 Kementerian Kesehatan RI mengenal empat penyakit defisiensi gizi yang utama yaitu  Kekurangan Kalori dan Protein (KKP/CPM/PEM), Defisiensi Vitamin A (KVA), Defisiensi Yodium (GAKI), dan Anemia Defisiensi Zat Besi (AGB). Dari keempat jenis defisiensi dengan taraf nasional itu, KKP dan KVA sudah banyak ditangani, sedangkan GAKI baru di tanggulangi sejak sekitar tahun 1980 dan AGB belum ditanggulangi secara penuh oleh pemerintah sampai tahun 1988.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO)  pada tahun 1999 mengestimasikan bahwa dari 191 negara anggotanya, 130 negara menghadapi permasalahan GAKI yang signifikan dengan jumlah total penduduk yang terkena penyakit gondok sebanyak 740 juta jiwa atau 13% dari total populasi penduduk dunia.

1.2  Tujuan
Untuk mengetahui tentang definisi defisiensi iodium, epidemiologi gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), gambaran klinis GAKI, metabolisme iodium, referensi asupan untuk iodium, aspek defisiensi iodium pada kesehatan masyarakat, bagaimana manajemen defisiensi iodium, pengkajian dan pemberantasan gangguan akibat kekurangan iodium serta perspektif GAKI di masa mendatang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Definisi Defisiensi Iodium
Diagnosis defisiensi iodium harus lebih dilihat sebagai diagnosis kelompok, komunitas, atau populasi ketimbang sebagai hasil penilaian pada tingkat perorangan. Meskipun pengukuran yang relevan dilakukan pada sejumlah orang, namun data yang digunakan untuk menginterpretasi status GAKI adalah data yang dirangkum dari kelompok. Kita ketahui dengan baik bahwa variasi biologi dapat terjadi pada kadar iodium dalam urine orang yang berbeda sebagai akibat dari tingkat hidrasi yang beragam. Kita juga mengetahui bahwa cenderung terdapat variasi antarpemeriksa ketika terdapat lebih dari satu pemeriksa yang meraba kelenjar tiroid pada sekelompok orang. Untuk mengurangi efek variasi pengamat antar- dan intra-individual, diperlukan ukuran sampel yang cukup besar dan pelatihan pemeriksa yang baik untuk menghasilkan estimasi angka prevalensi yang valid.
            Pada forum konsultasi yang diselenggarakan oleh WHO, UNICEF, (The United Nations Children’s Fund) dan ICCIDD (The International Council for Control of Iodine Deficiency Disorder) pada bulan Mei 1999 di Jenewa, indikator outcome berikut ini direkomendasikan bagi penilaian GAKI dan cara pemberantasannya.
 Tabel 1. Definisi status iodium pada suatu populasi yang berdasarkan kadar tengah iodium dalam urine
Status iodium
Kadar median (median concentration) iodium dalam urine
Definisi iodium yang berat
Definisi iodium yang sedang
Definisi iodium yang ringan
Asupan iodium yang ideal
Lebih dari asupan iodium yang adikuat; dapat meningkatkan risiko hipertiroidisme (llH; iodium-induced hyperthyroidisme)
Asupan iodium yang berlebihan
<20
20-49
50-99
100-200
201-299



>300
Dalam rangka penentuan prevalensi gondok endemic, maka diperlukan rumus perhitungan TGR dan VGR :

Prevalensi Total Goiter Rate (TGR) =

Prevalensi Visible Goiter Rate (VGR) =  x 100%
 2.2  Epidemiologi
Epidemiologi gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) kini sudah berada dalam fase transisi karena terjadinya kemajuan yang cukup besar selama tahun 1990-an di dalam peperangan melawan GAKI, terutama dalam bentuk program iodinisasi garam secara nasional. Pada tahun 1999, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengestimasikan bahwa dari 191 negara anggotanya, 130 negara menghadapi permasalahan GAKI yang signifikan dengan jumlah total penduduk yang terkena penyakit gondok sebanyak 740 juta jiwa atau 13% dari total populasi penduduk dunia. Pada tahun 1999, dari 130 negara dengan permasalahan GAKI terdapat 98 negara (75%) yang sudah memiliki peraturan tentang iodinisasi garam setempat dan 12 negara berikutnya yang kini tengah menyusun draft peraturan tersebut.
Sesudah dikeluarkannya peraturan tentang garam dan dengan adanya tanggapan industri garam terhadap peraturan tersebut, terjadilah peningkatan yang luar biasa dalam pemakaian garam beriodium. Keadaan ini menyebabkan penurunan angka prevalensi penyakit gondok.
Data terakhir yang ada tentang besaran permasalahan GAKI ditunjukkan oleh angka penyakit gondok pada berbagai kawasan: 20% di Afrika, 5% di Amerika, 12% di Asia Tenggara, 32% pada daerah Mediteranian bagian timur, 15% di Eropa dan 8% di daerah Pasifik bagian barat. Pada tahun 1999, jumlah orang yang berisiko untuk mengalami defisiensi iodium telah berkurang hingga angka lebih-kurang 500 juta.

2.3 Gambaran Klinis
Pasokan iodium yang suboptimal dari makanan mengakibatkan insufisiensi sintesis hormone tiroid dan pada hiptiroidisme, keadaan ini menyebabkan berbagai macam kelainan yang secara kolektif dikenal dengan sebutan GAKI.
Kelenjar tiroid, atau gondok yang membesar (penyakit gondok, goiter) merupakan manifestasi defisiensi iodium yang paling nyata dan berfungsi sebagai penanda biologis yang berpotensi untuk menunjukkan keberadaan GAKI yang lain. Seseorang dianggap menderita penyakit gondok jika kelenjar tiroidnya membesar hingga ukuran lobus lateral kelenjar tersebut melebihi ukuran falang terminalis ibu jari tangan orang yang diperiksa itu. Kelenjar tiroid dengan ukuran tersebut masih belum terlihat tetapi dapat dipalpasi.
            Ketika ukurannya menjadi lebih besar lagi, kelenjar tiroid tersebut akan terlihat. Pada tahun 1990 diestimasikan terdapat lebih dari 200 juta orang terutama tinggal di Negara berkembang, memiliki penyakit gondok yang dapat dilihat. Prevalensi serta keparahan penyakit gondok bertambah bersamaan dengan meningkatnya keparahan defisiensi iodium, dan menjadi permasalahan hampir universal pada populasi dengan asupan iodiumnya kurang dari 10 µg/hari. Pada umumnya, penyakit gondok bukanlah gangguan yang serius. Jika terjadi pembesaran kelenjar tiroid, keadaan ini mungkin membuat penampilan orang yang mengalaminya itu tidak menarik, dengan konsekuensi sulit mencari suami atau isteri. Gaya penampilan orang berubah karena dahulunya di Eropa, penyakit gondok dianggap sebagai suatu keadaan yang menarik, seperti halnya obesitas. Pada penyakit gondok yang besar kadang – kadang terbentuk nodul – nodul yang menimbulkan penekanan abnormal pada trakea dan esofagus, keadaan ini menyebabkan kesulitan bernapas dan menelan.
Pada mulanya dianggap bahwa goitre ini identik dengan defisiensi iodium, tetapi kemudian ternyata bahwa defisiensi yodium ini tidak hanya memberikan satu jenis gambaran klinik (ialah goitre endemik), tetapi juga mengakibatkan berbagai gambaran klinik lainnya. Kelompok gambaran klinik yang sekarang dianggap berhubungan dengan defisiensi yodium itu disebut Iodine Deficiency Deseases (IDD).
            Sekarang gambaran klinik yang dianggap akibat dari defisiensi iodium itu ialah :
a.       Gondok endemik
b.      Hanbatan pertumbuhan fisik dan mental yang disebut Cretinism
c.       Hambatan neuromotor, dan
d.      Kondisi tuli disertai bisu (deaf mutism)
2.4 Metabolisme Iodium
Satu – satunya fungsi iodium yang diketahui dalam tubuh adalah untuk sintesis hormon tiroid yang berlangsung di dalam kelenjar tiroid. Hormon ini memainkan peranan yang penting dalam pengaturan metabolisme. Iodium diabsorpsi dengan cepat dari dalam usus dan kemudian diedarkan melalui sirkulasi darah dalam bentuk senyawa iodide anorganik plasma (PII; plasma inorganic iodide). Dari sirkulasi ini, sel – sel kelenjar tiroid mengambil senyawa iodide tersebut melalui pompa iodium (sodiumliodine symporter) di bawah pengendalian TSH yan dilepas oleh kelenjar hipofisis. Mekanisme ini merupakan mekanisme transportasi aktif yang mempertahankan gradien 100:1 antara sel – sel kelenjar tiroid dan cairan ekstrasel. Gradien ini dapat meningkat menjadi 400:1 pada keadaan defisiensi iodium. Dari 15-20 mg iodium di dalam tubuh, 70-80% ditemukan dalam kelenjar tiroid.
            Setelah diambil oleh sel – sel kelenjar tiroid, iodium dilepaskan ke dalam koloid kelenjar tiroid dan di tempat ini, iodium dioksidasi oleh hidrogen peroksida yang berasal dari sistem peroksidase tiroid. Kemudian senyawa iodide disatukan ke dalam molekul tirosin dari tiroglobulin untuk membentuk moniodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT). Jika sebuah molekul DIT terangkai dengan molekul DIT yang lain, terbentuklah tetraiodotironin atau tiroksin (T4), dan jika yang dirangkaikan itu adalah MIT dengan DIT, terbentuklah triidotironin (T3). Tiroglobulin kemudian diambil oleh sel – sel kelenjar tiroid melalui sebuah proses yang dikenal sebagai pinositosis. Dalam sel – sel kelenjar tiroid, hormon T3 dan T4 dilepas dari kelenjar tiroid tersebut melalui proses proteolisis. Sekresi T3 dan T4  dari kelenjar tiroid berlangsung di bawah pengaruh TSH, yang sekresinya distimulasi oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Ada suatu mekanisme umpan-balik (feedback mechanism) ketika kadar T4 yang meningkat akan menghambat secara langsung sekresi TSH dan melawan kerja TRH (Gambar 12.3). Jadi, ketika kadar T4 dalam darah menurun, sekresi TSH akan meningkat dan begitu pula sebaliknya. Pada defisiensi iodium yang berat, hormon T4 tetap rendah dan TSH meninggi; gambaran T4 yang rendah dan TSH yang tinggi mengindikasikan hipotiroidisme. Kenaikan TSH dapat disebabkan oleh defisiensi iodium atau terjadi karena kecacatan kongenital pada sintesis tiroksin yang insidensinya adalah 1:4000 kelahiran. Peningkatan kadar TSH pada keadaan defisiensi iodium menstimulasi aktivitas sel-sel kelenjar tiroid sehingga terjadi hipertrofi dan hiperplasia sel-sel tiroid dan menghasilkan pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid ini dinamakan goiter atau penyakit gondok.
Jika pasokan iodium ke dalam kelenjar tiroid sangat terbatas, kelenjar tersebut akan memproduksi lebih banyak T3 (yang bekerja lebih aktif daripada T4) sementara produksi T4 menjadi lebih sedikit. Jika kadar T4 rendah, jaringan sasaran (target tissue) juga mengubah T4 menjadi T3. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa otak hanya dapat mengambil T4 dan bukan T3 sehingga fungsi otak akan terpengaruh jika kadar T4 rendah sekalipun kadar T3 mungkin cukup untuk melaksanakan fungsi hormon tiroid pada organ serta jaringan tubuh yang lain. Jika pasokan iodium pada kelenjar tiroid sangat terbatas, maka kelenjar tersebut akan melepaskan triglobulin ke dalam sirkulasi darah yang sebagian diantaranya tidak mengandung hormon tiroid (T3 atau T4). Dengan demikian kenaikan kadar tiroglobulin akan menjadi calon indikator untuk menunjukkan defisiensi iodium yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
            Sesudah usia kehamilan 12 minggu, terbentuk kelenjar tiroid dan hipofisis yang masing-masing bertanggung jawab atas produksi T4 dan TSH. Hipotalamus yang bertanggung jawab atas produksi TRH terbentuk pada usia kehamilan antara minggu ke-10 dan ke-30. Jadi, hingga usia kehamilan sekitar 20 minggu, janin akan bergantung pada ibu untuk mendapatkan pasokan T4. Sesudah masa ini, janin akan memproduksi TSH-nya sendiri yang dapat menstimulasi produksi T4 dalam tubuh janin. Kadar bentuk T3 yang normal masih rendah karena keberadaan enzim 5-deiodinase (tipe III atau ID-III) mengakibatkan pembentukan reverse T3. (Reverse  T3 kurang mengandung atom iodium pada cincin bagian dalam molekul tersebut sehingga berbeda dengan bentuk T3 normal yang kekurangan atom iodium pada cincin bagian luarnya; lihat Gambar 12.2. Reverse T3 merupakan hormon inaktif sementara T3 yang normal bekerja lebih aktif daripada T4). Sesaat sebelum bayi lahir terjadi perubahan sistem enzim, yaitu dari ID-III menjadi 5’-deiodinase (deiodinase tipe I atau ID-I) yang memproduksi bentuk T3 yang normal. Selenium merupakan komponen enzim 5’-deiodinase (ID-I serta ID-II) dan 5-deiodinase (ID-III). Dari penelitian yang dilakukan di Republik Demokratik Kongo (dahulunya bernama Zaire) terdapat bukti bahwa defisiensi selenium dapat memicu GAKI di daerah yang kekurangan iodium dan selenium.
2.5 Referensi Asupan untuk Iodium
2.5.1 Kebutuhan iodium
Asupan iodium yang dianjurkan dari makanan (atau AKG iodium) untuk berbagai kelompok umur dan bagi ibu hamil serta menyusui terdapat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Asupan iodium dari makanan yang direkomendasikan oleh WHO/UNICEF/ICCID (2001)
Kategori
Asupan (µg/hari)

Bayi, 0-59 bulan
Anak sekolah, 6-12 tahun
Anak-anak >12 tahun dan orang dewasa
Ibu hamil dan menyusui
90
120
150
200
Direpreduksi dengan izin dari WHO
2.5.2 Sumber Iodium
Laut merupakan sumber utama iodium, dengan demikian makanan laut seperti ikan, kerang-kerangan serta rumput laut yang dapat dimakan merupakan sumber pangan yang kaya akan iodium. Siklus ekologis iodium di alam dimulai dalam bentuk uap air laut (yang mengandung iodium) yang dibawa oleh angin dan awan ke wilayah daratan. Uap air laut ini akan jatuh sebagai air hujan yang sebagian akan menggantikan iodium yang hilang pada lapisan permukaan tanah kendati salju, hujan, banjir, dan sungai melarutkan kembali iodium dan membawanya ke laut. Sebagian iodium yang diperoleh dari tanah akan masuk ke dalam air minum serta sejumlah kecil iodium masuk ke dalam tanaman, hewan, dan produk pangan yang dihasilkan seperti sereal, kacang-kacangan, buah, sayuran, daging, susu, serta telur. Oleh karena itu, di daerah tempat makanan laut tidak biasa dikonsumsi dan tidak terdapat garam beriodium, asupan iodium di daerah tersebut terutama bergantung pada kandungan iodium dalam lahan yang menjadi tempat tinggal penduduk.  Sebaliknya produk susu  merupakan sumber makanan utama iodium di sebagian negara-negara makmur . Isi iodium dalam  daging, susu, dan telur sangat bervariasi dengan daerah, musim, dan jumlah  iodium dalam  pakan ternak. Produk sayuran dan buah umumnya rendah iodium (Fisher and Carr., 1974).
Defisiensi iodium merupakan keadaan yang prevalen di daerah pegunungan dan wilayah lain tempat terjadinya penapisan tanah (leaching of the soil) dan tempat dengan kandungan iodium yang rendah di dalam tanah serta air yang biasa dipakai untuk minum dan irigasi tanaman pangan. Defisiensi iodium juga terjadi pada dataran rendah yang jauh dari laut seperti Afrika bagian tengah. De negara industri, kandungan iodium dalam tanah tidak begitu penting karena pasokan pangan penduduknya lebih beragam dan pasokan itu juga beasal dari wilayah yang jauh lebih luas sementara garam beriodium banyak tersedia.
Pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid dan pelepasan hormon tiroid dari kelenjar tersebut dapat dihambat oleh tiga macam goitrogen. Goitrogen yang menghasilkan substansi yang bersaing dengan kelenjar tiroid dalam mengambil iodium meliputi senyawa-senyawa glikosida sianogenik yang terdapat dalam ketela (kasava, singkong), jagung, rebung, ubi jalar, lima beans, dan millet. Glikosida sianogenik melepas sianida yang membentuk tiosianat dan senyawa tiosianat ini bersaing dengan kelenjar tiroid dalam mengambil iodium. Substansi yang berasal dari bakteri koliformis juga bersaing dengan kelenjar tiroid di dalam pengambilan iodium dan penyatuan iodium ke dalam hormon-hormon tiroid.
            Goitrogen penghasil substansi yang mencegah (secara nonkompetitif) pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid adalah goitrin (5-vinil-2-tiooksazolidindion). Goitrogen tersebut bukan hanya menghalangi penyatuan iodium ke dalam hormon tiroid tetapi juga menghambat proses perangkaian untuk menghasilkan hormon T4. Karena bersifat nonkompetitif, proses penghambatan tersebut tidak dapat diatasi dengan meningkatkan asupan iodium dari makanan. Goitrin dihasilkan oleh tanaman genus Brassica (kubis, bit, mustard) dari famili cruciferae; tanaman ini juga memproduksi tiosianat yang memiliki efek serupa dengan efek sianida seperti yang disebutkan di atas.
Goitrogen penghasil substansi yang mencegah proteolisis hormon tiroid dari tiroglobulin meliputi iodida’ yang berlebihan dan substansi dari beberapa jenis rumput laut. Jika ketersediaan hayati iodium sangat rendah karena adanya zat-zat goitrogenik dalam makanan, asupan iodium sehari-hari harus ditingkatkan sebanyak 50-µg.

2.6 Aspek Defisiensi Iodium Pada Kesehatan Masyarakat
Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, manifestasi deifisiensi iodium pada segala usia dianggap sebagai permasalahanyang sangat penting karena keadaan ini dapat dicegah. Periode defisiensi iodium yang paling kritis terjadi selama usia janin dan awal usia kanak-kanak ketika otak yang sedang berkembang sangat rentan, terutama terhadap kekurangan iodium dan konsekuensinya sebagai produksi hormon tiroid menjadi tidak cukup. Spektrum GAKI pada berbagai tahap kehidupan dapat diperlihatkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Spektrum gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) pada berbagai tahap kehidupan
Tahap kehidupan
Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI)
Janin





Neonatus


Anak dan remaja




Orang dewasa
Abortus, lahir – mati, kelainan kongenital
Peningkatan mortalitas perinatal dan bayi
Kretinisme neurologi ( defisiensi mental, mustime – tuli, dipelgia spastik, juling)
Kretinisme miksedema ( dwarfisme, defsiensi mental)
Defek psikomotor.
Penyakit gondok neonatus
Hipotirodisme neonatus
Peningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir
Penyakit gondok
Hipotirodisme juvenilis
Gangguan fungsi mental
Ratardasi perkembangan fisik
Peningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir
Penyakit gondok dengan komplikasi seperti gangguan bernapas da menelan
Hipotirodisme
Gangguan fungsi mental
Hipotirodisme karena iodium
Peningkatan kerentanan terhadap radisi nuklir

Dampak semua kelainan ini pada kelompok masyarakat dapat disaksikan melalui produktivitas kerja yang lebih rendah dan kebutuhan yang lebih tinggi akan pelayanan sosial.
            Meskipun perhatian terhadap defisiensi iodium dalam tahun – tahun sebelumnya berfokus pada penyakit gondok endemik, namun perhatian tersebut kini sudah beralih kepada efek yang ditimbulkan oleh hipotiroksinemia terhadap perkembangan otak dan sistem saraf pusat dalam periode waktu dari usia kehamilan 15 minggu hingga bayi 3 tahun. Perubahan ini bersifat permanen dan dapat menimbulkan cacat neurologis permanen, serta menurunkan kemampuan belajar. Akibat efek neurologis pada anak – anak di daerah kekurangan iodium dapat juga dilihat melalui intelligence quotient (IQ) yang rendah yaitu antara 10 dan 15 poin, dan pada nilai sekolah yang buruk. Lebih lanjut, beberapa penelitian melaporkan perbaikan nilai pada tes IQ yang dilakukan di antara anak – anak yang mendapat suplemen iodium.
            IHH (iodine-induced hyperthyroidism, hipertirodime yang timbul karena iodium) merupakan efek samping yang penting terjadi pada beberapa individu yang rentan akibat dari peningkatan asupan iodium yang cepat. Dengan demikian, IHH dianggap sebagai salah satu bentuk GAKI. Setelah pelaksanaan iodinisasi pada garam atau roti, atau pemakaian minyak beriodium dalam tahun 1920-an, IHH telah terjadi pada banyak negara meliputi AS, Belanda, Austria, Brazil, Australia, (Tasmania), Ekuador, dan paling akhir, Zimbabwe, serta Republiik Demokratik Kongo.
            Penambahan iodium pada asupan dasar atau asupan normal, bahkan dengan konsentrasi fisiologi yang normal, membawa risiko terjadinya IIH pada orang yang rentan. Iodium dari segala sumber, baik yang berasal dari garam beriodium, larutan Lugol, makanan yang mengandung iodium, akan membawa risiko terjadinya hipertirodime. IIH endemik tampaknya merupakan fenomena temporer yang berhubungan dengan program garam beriodium yang dimulai terlalu cepat pada daerah – daerah yang sebelumnya dilanda oleh GAKI berat. Di Switzerland ternyata suplementasi iodium janngka panjang pada akhirnya akan mengurangi insidens hipertirodime. Karena manfaat program iodinisasi garam bagi populasi secara keseluruhan jauh melebihi risiko timbulnya IIH pada beberapa orang maka tindakan pendekatan yang terakhir adalah dengan malanjutkan program iodinisasi sementara semua dokter di daerah tersebut disiagakan dan diberitahu tentang diagnosis dan penanganan IHH.
            Berbeda dengan keadaan kebalikannya pada hipotirodisme maka hipertirodime terjadi ketika dalam sirkulasi darah terdapat hormon T3 dan T4. Area fokal atau lebih sering , nodul tunggal atau banayak, pada kelenjar tiroid menjadi otonom da menghasilkan hormon dalam jumlah yang berlebihan. Pleh karena itu, peristiwa yang kritis dalam proses terjadinya IIH adalah otonom fungsi kelenjar tiroid.
            Otonomi dapat diartikan sebagai keadaan bekerjanya sel – sel folikuler dalam kelenjar tiroid tanpa adanya efek stimulasi fisiologis yang normal dari TSH. Kendati efek inhibisi yang ditimbulkan oleh kenaikan hormon tiroid yang tidak terkontrol terus terjadi selama iodida tersedia dalam dalam jumlah yang cukup. IIH paling banyak terjadi, sekalipun tidakselalu demikian, pada manusia, khususnya wanita lanjut usia dengan penyakit gondok multinoduler (toxic nodular goiter) yang sudah ada sebelumnya, pada orang – orang yang menderita penyakit Grave dan tinnggal di daerah dengan defisiensi iodium berat ditangani melalui program fortifikasi atau suplementasi iodium. Orang – orang yang menderita eutiroid dengan fokus fungsional tiroid otonom dapat juga mengalami hipertirodisme jika tersedia iodium dalam jumlah yang cukup.
Tirotoksikosis  mengcu kepada efek klinis yang terjadi karena kelebihan hormon tiroid tanpa memperhitungkan penyebabnya. Efek ini meliputi kegelisahan, ansietas, palpitasi, penurunan berat badan, kelemahan otot, mudah lelah, berkeringat, dan alergi terhadap panas. Manifestasi IHH yang paling berta terlihat pada jantung ketika palpitasi menjadi gejala simptom kardiak yang paling sering ditemukan. Akibat IHH yang lain, meliputi takikardia, hipertensi sistolik, fibrilasi atrium, gagal jantung, dan kardiomiopati. Diagnosis klinis IHH sering tidak jelas karena kesamaan keluhan dan gejala yang terdapat antara IHH sengan beberapa penyakit infeksi lainnya atau dengan proses penuaan serta penyakit kronis. Jika efek klinis tirotoksikosis terlihat pada penderita penyakit gondok atau pada orang yang asupan ioduimnya  baru saja ditingkatkan, kita harus melanjutkan penemuan ini dengan tes biokimia, serta pengukuran kadar TSH yang sangat sensitif, dan pemeriksaan keseluruhan T3 da T4  serta free T3 dan T4 bebas. Pemeriksaan biokimia lainnya adalah tes pengambilan resin T3, pemeriksaan kadar triglobulin dan antibodi tiroid. Jika dapat dilakukan, pembuatan gambar kelenjar tiroid (thyroid imaging) yang terdiri atas pemeriksaan USG dengan tranduscer 5 Mhz (atau frekuensi yang lebih tinggi) dan pengamatan dengan radioaktof  (scintigraphy) sangat berguna untuk membedakan tipe penyakit tiroid yang mendasari dan melihat struktur serta fungsi kelenjar tiroid tersebut.
            Setelah diagnosis positif ditegakkan, biasanya pasien IIH ditangani dengan obat – obat antitiroid, terapi iodium radioaktif atau pembedahan dengan tindakan berkelanjutan jangka  panjang.
2.8 Pengkajian Dan Pemberantasan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
Indikator yang dipakai untuk menilai GAKI (gangguan akibat kekurangan iodium) dan pemberantasannya dapat dibagi lagi menjadi indikator proses dan indikator outcome. Dalam rangkaian temporal kejadian, indikator proses mengukur faktor faktor yang memainkan peranan kausal dalam timbulnya respons indikator outcome. Idealnya, baik indikator proses maupun outcome harus di ikutsertakan sebagai variabel dalam mengkaji situasi GAKI pada sebuah komunitas atau negara.
2.8.1 Indikator proses
Beberapa strategi kesehatan masyarakat telah diimplementasikan secara global untuk memberantas GAKI pada suatu komunitas atau basis populas. Strategi yang paling universal adalah iodinisasi garam dan karena itu, bagian ini akan berfokus pada inidikator proses yang menilai program iodinisasi garam nasional.
Garam  iodinisasi melalui penambahan kalium  iodida atau kalium iodat dengan jumlah yang tetap dalam bentuk preparat padat kering atau larutan cair pada saat produksi. Ketersediaan  iodium yang sebenarnya dari garam beriodium tersebut di tingkat konsumen dapat bervariasi dalam kisaran yang luas sebagai akibat dari beberapa faktor. Faktor faktor ini meliputi jumlah iodium yang ditambahkan selama proses iodinisasi , distribusi iodium yang tidak merata dalam garam iodium pada masing- masing  batch atau kantong (akibat pencampuran yang tidak efisien ), jumlah iodium yang hilang akibat garam yang terkontaminasi , kondisi pengemasan dan lingkungan selama penyimpanan dan distribusi , serta kehilangan iodium selama pemrosesan pangan dan pemasakan dirumah tangga. Kehilangan iodium karena garam beriodium yang disimpan dalam kemasan berpori dapat berkisar dari 30% hingga 80% untuk periode waktu 6 bulan dibawah kondisi iklim yang panas dan lembab.
Dengan demikian , didalam pengkajian situasi GAKI, kita harus mengukur kandungan iodium dalam garam beriodium. Pengukuran kandungan iodium tersebut dapat dilaksanakan pada satu atau lebih dari tiga tingkat ini, yaitu pada tempat produksi (atau pada tempat masuk jika garam di impor dari luar), pada tingkat pengencer, dan pada tingkat rumah tangga.
Faktor faktor seperti tujuan pengkajian, logistik, dan aksesibilitas akan menentukan di tingkat manakah pengkajian harus dilakuakan. Biasanya informasi yang paling berguna akan diperoleh di tempat produksi dan tingkat rumah tangga. Hasil-hasil yang paling akurat didapat melalui metode titrasi, kendati untuk tujuan pemantauan di tingkat rumah tangga dapat digunakan pula perangkat tes cepat (rapid tes kit) untuk menunjukan secara kualitatif apakah garam yang digunakan dalam rumah tangga sudah beriodium atau belum. Perangkat tes yang digunakan baru baru ini tidak memberikan ukuran kuantitatif yang akurat untuk kadar iodiu dalam garam.
Selain mengukur kadar iodium dalam garam, diperlukan pula cakupan garam beriodium  di tingkat rumah tangga sebagai sampel representatif suatu komunitas atau populasi. Cakupan (coverage) mengacu kepada proporsi rumah tangga yang menggunakan garam beriodium secara adekuat atau dengan kata lain, garam yang dipakai dalam rumah tangga itu mengandung iodium dengan kadar lebih dari 15mg/kg garam. Idealnya, proporsi  ini harus melampaui 90%. Indikator proses memberikan ukuran seberapa jauh program iodinisasi garam telah dilaksanakan dengan hasil yang memuaskan dan menunjukan apakah akan terdapat hasil pengamatan pada indikator outcome yang sesuai harapan atau tidak.
Hasil obesrvasi terhadap kadar iodium dalam garam dan proporsi rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium secara adekuat akan di interpretasikan  lebih akurat jika jumlah-jumlah garam yang dikonsumsi setiap orang diketahui. Seccara umum, diasumsikan bahwa konsumsi garam per hari berkisar antara 5 dan 10 gram per orang pada sebagian besar populasi. Namun, asumsi ini mungkin tidak valid pada sebagian populasi yang mengonsumsi garam dengan jumlah cukup banyak karena kebiasaan nutrisi kultural mereka, atau pada sebagian populasi lainnya, yang karena tingkta sosioekonomi yang rendah, mengonsumsi lebih sedikit garam. Meskipun sulit untuk menetapkan konsumsi garam per hari dalam sebuah populasi, informasi ini bukan hanya membantu menginterpretasikan indikator proses, tetapi juga berguna untuk menentukan tingkat iodinisasi secara tepat.
 2.8.2 Indikator outcome
Sebelum memulai suatu program kesehatan masyarakat untuk mengatasi GAKI pada sebuah negara, angka prevalensi dan distribusi GAKI harus sudah diketahui terlebih dahulu. Survei nasional merupakan cara yang lazim dikerjakan untuk mendefinisikan besarnya permasalahan GAKI pada sebuah negara. Jika tidak terdapat  data survei nasional tentang GAKI, dapat digunakan informasi berupa data yang menggambarkan keadaan keseluruhan  seperti data nasional tentang GAKI atau data dari beberapa daerah geografik yang menunjukan jeberadaan GAKI. Indikator hasil akhir yang direkomendasikan melalui konsultasi WHO/UNICEF/ICCIDD bagi pengkajian dan pemberantasan GAKI diuraikan secara rinci dalam subbab 12.2. indikator, meliputi :
a)      Sekresi iodium dalam urine
b)      Ukuran kelenjar tiroid, kada TSH dan tiroglobulin
c)      Kretinisme
d)     Kadar T3  dan T4
Sumber data lainnya seperti pengetahuan tentang bayi dengan kretinisme, informasi yang didapat melalui sistem skrining nasional untuk TSH, data historis adanya GAKI pada daerah tertentu , dan informasi tentang GAKI pada negara tetangga, dapat juga menunjukan keberadaan GAKI.
2.9 Perspektif di Masa Mendatang
Berbeda dengan situasi pada penyakit infeksi yang dapat diobati dan dapat diberantas secara permanen , peperangan melawan GAKI hatus tetap berlangsung tanpa batas waktu yang pasti. Begitu diagnosis defisiensi iodium ditegakkan disuatu daerah , program intervensi iodium jelas akan dibutuhkan. Beberapa contoh kasus memperlihatkan timbulnya kembali persoalan GAKI dalam periode antartindakan profilaktik iodium. Sustanbilitas program pemberantasan GAKI jelas sangat menentukan dan memerlukan dukungan politik yang terus menerus, dukungan admnistrasi, serta pembaruan data ilmiah untuk mempertahankan perperangan melawan GAKI.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Defisiensi iodium harus lebih dilihat sebagai diagnosis kelompok dibanding perorangan. Nilai cut off untuk mendefinisikan status iodium pada suatu populasi menurut kadar median iodium urine yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Epidemiologi GAKI kini sudah berada dalam fase transisi karena terjadi kemajaun yang cukup besar selama tahun 1990-an di dalam peperangan melawan GAKI, terutama dalam program iodinisasi garam secara nasional. Gambaran klinis defisiensi iodium ialah gondok endemik, kretinisme, hambatan neuromotor, dan tuli disertai bisu. Hormon tiroid memainkan peran yang penting dalam metabolisme iodium. Asupan iodium yang dianjurkan dari makanan untuk berbagai kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2. Laut merupakan sumber utama iodium, makanan laut seperti kerang, ikan serta rumpu laut merupakan sumber pangan kaya akan iodium. Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, manifestasi deifisiensi iodium pada segala usia dianggap sebagai permasalahanyang sangat penting karena keadaan ini dapat dicegah. Pmeeningkatan konsumsi iodium efektif dalam mengatasi defisiensi iodium pada masyarakat. Indikator proses dan outcome harus diikutsertakan sebagai variabel dalam mengkaji situasi GAKI pada sebuah komunitas atau negara. Peperangan melawan GAKI harus tetap berlangsung tanpa batas waktu yang pasti.
DAFTAR PUSTAKA 
Gibney, J, Michael dkk. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Sediaoetama, Ahmad Djaeni. 2009.Ilmu Gizi.Jakarta:Dian Rakyat
Supariasa, I Dewa Nyoman.2002.Penilaian Status Gizi.EGC:Jakarta
Yuniastuti, Ari.2008.Gizi dan Kesehatan.Graha Ilmu: Yogyakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar